Jumat, 17 Oktober 2014

Akad-Akad Sertifikat Bank Indonesia

Muamalat Kontemporer
“Akad-Akad Sertifikat Bank Indonesia”
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah muamalat kontemporer
Dosen :
Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag,.,

logo-uin-baru

Disusun oleh:
Lolita Yuliarty Pasaribu (1112046100127)

Perbankan Syariah 4 A

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
201
KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum wr. wb.
Puji syukur penulis senantiasa ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah  ini dapat diselesaikan untuk memenuhi tugas Makalah Muamalat Kontemporer dengan judul “Akad-Akad Sertifikat Bank Indonesia ”. Selawat serta salam semoga tercurah pada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Penulisan makalah ini disusun sebagai tugas dalam proses pembelajaran mata kuliah Muamalat Kontemporer di Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Makalah ini terdiri dari 3 bagian:
1.      Pendahuluan
2.      Pembahasan
3.      Kesimpulan
Izinkan kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Demikian makalah ini, semoga dapat memberikan manfaat kepada pembaca. Kami menyadari makalah ini masih banyak sekali kekurangan, untuk itu mohon masukan dan saran untuk lebih sempurna dari semua pihak.
Wassalamualaikum wr. wb

Jakarta,   08 April  2014
    Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................      ii
Daftar Isi .............................................................................................................       iii
BAB 1
A.    Pendahuluan .............................................................................................     1
BAB II
A.    Pengertian  ................................................................................................     2
B.     Landasan Hukum .......................................................................................    2
C.     Konsep Dasar SBI Konvensional .............................................................     4
D.    Model Praktik di Lembaga Keuangan Konvensional ...............................     5
E.     Problem Kesyariahan ................................................................................     7
F.      Konsep Alternatif Syariah .........................................................................    7
G.    Praktik di Lembaga Keuangan Syariah ......................................................   9
H.    Kritik, Konsep dan Praktik ........................................................................    16
BAB III
A.    Kesimpulan dan Saran ..............................................................................     18
Daftar Pustaka .......................................................................................................    19






BAB 1
PENDAHULUAN
Bank Indonesia merupakan stabilitator rupiah yang berperan dalam penetapan regulasi dan kebijakan moneter di Indonesia. Salah satu kebijakan moneter di Indonesia adalah didirikannya bank-bank berbasis prinsip syariah. Salah satu instrumen pengendalian moneter yang dimiliki bank syariah adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah. Sertifikat Bank Indonesia Syariah merupakan sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan jangka waktu paling kurang 1 bulan danpaling lama 12 bulan dalam mata uang rupiah serta menggunakan prinsip syariah. Tujuan diterbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah untuk meningkatkan efektifitas pengendalian moneter melalui operasi pasar terbuka.
Untuk itu,  dalam makalah ini penulis akan mencoba memaparkan tentang perbedaan dan persamaaan akad-akad Sertifikat Bank Indonesia Syariah dan akad-akad Sertifikat Bank Indonesia.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga.[1]
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 12/11/2010, Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.[2]
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan  salah satu instrumen kebijakan moneter yang digunakan Bank Indonesia dalam melakukan operasi pasar terbuka untuk menyerap kelebihan likuiditas di pasar.
Selain Serifikat Bank Indonesia, terdapat pula instrumen kebijakan moneter yang lain yang disebut Sertifikat Bank Indonesia Syariah ( SBIS).
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia berjangka waktu pendek berdasarkan prinsip syariah.[3]

B.     Landasan Hukum

Berdasarkan fatwa DSN MUI No.63/DSN-MUI/XII/2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), yang menjadi landasan hukum diterbitkannya SBIS adalah sbb:


1.      Firman Allah SWT


“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas suka rela di antara kalian. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sungguh Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (An-Nisa:29)
“…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkanriba….” (QS. al-Baqarah [2]: 275).
“Hai orang beriman!Penuhilah akad kalian…” (QS. Al- Maidah [5]: 1).

“Maka, Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutang-nya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya...”(Q.S Al-Baqarah : 283)

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan menetapkan hukum diantara manusia hendaklah dengan adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. An-Nisa:58)
“Dan tolong menolonglah dalam kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya”.(Q.S. Al-Maidah:2)

2. Hadits Nabi Saw.
“ Tunaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi amanat kepadamu dan jangan kamu mengkhianati orang yang menghianatimu”. (H.R. Abu Dawud dan Tirmizi)
“Kaum muslimin  terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali  syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.(HR. Tirmidzi dar‘Amr bin’Auf)
3. Kaidah fikih
“Pada dasarnya segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya.”
(As-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nadzair,60)

“Tindakan Imam [pemegang otoritas] terhadap rakyat harus mengikuti maslahat.”(As-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nadzair,121)

“Keperluan dapat menduduki posisi darurat.”( As-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nadzair)

C.    Konsep Dasar SBI Konvensional
Sertifikat Bank Indonesia diterbitkan sebagai surat pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem  diskonto. Adapun karakteristik SBI adalah sebagai berikut : [4]
1.      SBI memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2.      Jangka waktu SBI sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh tempo.
3.      SBI diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto.
4.      Nilai tunai transaksi dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) sebagai berikut:
                                                Nilai Nominal x 360
Nilai Tunai = -------------------------------------------------------------
 360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)}
5.      Nilai diskonto dihitung sebagai berikut:
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
6.      SBI diterbitkan tanpa warkat (Scriptless).
7.      SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
7.

D.    Model Praktek di Lembaga Keuangan Konvensional
Adapun proses  pelaksanaan dan pengajuan penawaran Lelang adalah sebagai berikut:[5]
1.      Pada hari pelaksanaan Lelang SBI, peserta langsung mengajukan penawaran Lelang SBI kepada Bagian Operasi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan Moneter (OPU-DPM) melalui sarana BI-SSSS dari pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB.
2.      Pengajuan penawaran Lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 meliputi penawaran kuantitas dan tingkat diskonto menurut jangka waktu SBI yang akan diterbitkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Pengajuan penawaran kuantitas dari setiap peserta Lelang SBI sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b.      Penawaran tingkat diskonto adalah dengan kelipatan 0,0625% (enam ratus dua puluh lima per satu juta).
3.      Mekanisme pengajuan penawaran Lelang SBI melalui BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku.

Dalam pengajuan Lelang SBI, Bank dapat melakukan penawaran  langsung kepada Bank Indoneisia, maupun melaui pialang. Sedangkan masyarakat hanya boleh melakukan penawaran lelang melalui pialang atau jasa bank.SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Perdagangan SBI ini dapat dilakukan oleh bank dengan Bank Indonesia maupun dengan antar Bank. Dalam hal perdagangan SBI dengan Bank Indonesia  maka dilakukan secara Repurchase Agreement  atau dikenal dengan SBI Repo.[6] Sementara untuk perdagangan SBI antar Bank dapat dilakukan secara Repo atau Out Right.[7]SBI yang dapat ditransaksikan dalam perdagangan SBI yang dilakukan antar bank adalah SBI yang masih memiliki sisa jangka waktu lebih dari 1 hari kerja. Setelmen transaksi SBI dalam hal ini harus dilakukan melalui mekanisme Delivery Versus Payment.
Keuntungan bank yang didapatkan dalam Lelang SBI ini adalah berupa bunga yang dibayarkan oleh Bank Indonesia pada saat jatuh tempo.


E.     Problem Kesyariahan
Akad dalam transaksi SBI ini  pada dasarnya adalah bentuk akad utang-piutang antara Bank Indonesia  dengan bank. Akan tetapi, dalam praktiknya terdapat unsur bunga yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah dalam Firman-Nya:

“...Dan Allah menghalalkan Jual beli dan mengharamkan riba..( Al-Baqarah:275)
            Selain itu, karakteristik SBI yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder juga menyalahi syariat. Karena sama saja dengan memperjualbelikan utang yang dilarang syariat.


F.     Konsep Alternatif Syariah
keberadaan SBI sebagai instrumen kebijakan moneter memiliki tingkat keberhasilan yang signifikan.  Akan tetapi SBI dengan sistem diskontonya tentu saja membuat bank syariah tidak dapat ikut serta dalam upaya pengendalian jumlah uang beredar tersebut. Untuk itu, kemudian Bank Indonesia menyiapkan instrumen lain berupa Sertifikat Wadiah Bank Indnesia. Akan tetapi, karakteristik dasarnya yang berprinsip wadiah rupanya kurang efektif . Maka dari itu, untuk meningkatkan efektifitas pengendalian moneter, maka Bank Indonesia menyiapkan sebuah instrumen yang bernama Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia berjangka waktu pendek berdasarkan prinsip syariah.[8]SBIS tentu saja tidak menggunakan sistem diskonto. Akad yang dapat digunakan untuk penerbitan instrumen SBIS adalah akad:[9]
a. Mudharabah (Muqaradhah)/Qiradh
b. Musyarakah
c. Ju'alah
d. Wadi'ah
e. Qardh
f. Wakalah
Berdasarkan akad di atas instrumen yang telah diterbitkan oleh Bank Indonesia berdasarkan prinsip syariah yang lazim di gunakan adalah dengan menggunakan wadi’ah dan ju’alah.  Namun, instrumen moneter yang telah diterbitkan oleh Bank Indonesia berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan wadi’ah berupa Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI) dipandang belum bisa mengakomodir kebutuhan pelaku industri perbankan syariah untuk pengelolaan likuiditas dan pengendalian moneter secara optimal.[10] Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No. 2/9/PBI/2000, yang dimaksud dengan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah Sertifikat yang di terbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah.[11]
penerbitan instrumen moneter berdasarkan akad Ju’alah dipandang lebih dapat mengoptimalkan pengendalian moneterdan pengelolaan likuiditas perbankan syariah.[12]Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan(reward/’iwadh//ju’l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.[13]

Rukun Ju’alah:
·         Sighat, hendaknya kalimat itu mengandung arti izin kepada yang akan
·         bekerja juga tidak ditentukan waktunya.
·         Ja’il, yaitu pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan.
·         Maj’ul lah , adalah pihak yang melaksanakan ju’alah.
·         Maj’ul alaih, adalah pekerjaan yang dilaksanakan.
·         Upah
Adapun syarat sahnya Ju’alah adalah sebagai berikut.
·         Orang yang menjanjikan upah atau hadiah harus orang yang cakap untuk melakukan tindakan hukum. Yaitu; Baligh, berakal, dan cerdas.
·         Objek Ju’alah harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang oleh syariah.
·         Upah atau hadiah yang dijanjikan harus terdiri dari sesuatu yang berharga atau bernilai dan jelas juga nilainya.
·         Ijab harus disampaikan dengan jelas oleh pihak yang menjanjikan upah walaupun tanpa ucapan qabul dari pihak yang melaksanakan pekerjaan.
·         Pekerjaan yang diharapkan hasilnya itu harus mengandung manfaat yang jelas dan boleh dimanfaatkan menurut hukum syara’.

G.    Praktik di Lembaga Keuangan Syariah

Dalam SBIS Ju’alah, Bank Indonesia bertindak bertindak sebagai ja’il (pemberi pekerjaan); Bank Syariah bertindak sebagai maj’ullah (penerima pekerjaan); dan objek/underlying Ju’alah(mahall al-‘aqd) adalah partisipasi Bank Syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Dalam hal supaya akad ini menjadi sah, rukun dan syarat Ju’alah pun harus dipenuhi.
Ketentuan akad
1        SBIS Ju’alah sebagai instrumen moneter boleh diterbitkan untuk pengendalian moneter dan pengelolaan likuiditas perbankan syariah.
2        Dalam SBIS Ju’alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja’il (pemberi pekerjaan); Bank Syariah bertindak sebagai maj’ullah (penerima pekerjaan); dan objek/underlying Ju’alah (mahall al-‘aqd) adalah partisipasi Bank Syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu.
3        Bank Indonesia dalam operasi moneternya melalui penerbitan SBIS mengumumkan target penyerapan likuiditas kepada bank-bank syariah sebagai upaya pengendalian moneter dan menjanjikan imbalan (reward/‘iwadh/ju’l) tertentu bagi yang turut berpartisipasi dalam pelaksanaannya.

Ketentuan Hukum
1.      Bank Indonesia wajib memberikan imbalan (reward/‘iwadh/ju’l) yang telah dijanjikan kepada Bank Syariah yang telah membantu Bank Indonesia dalam upaya pengendalian moneter dengan cara menempatkan dana di Bank Indonesia dalam jangka waktu tertentu, melalui "pembelian" SBIS Ju'alah.
2.       Dana Bank Syariah yang ditempatkan di Bank Indonesia melalui SBIS adalah wadi’ah amanah khusus yang ditempatkan dalam rekening SBIS-Ju’alah, yaitu titipan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan atau ketentuan Bank Indonesia, dan tidak dipergunakan oleh Bank Indonesia selaku penerima titipan, serta tidak boleh ditarik oleh Bank Syariah sebelum jatuh tempo.
3.      Dalam hal Bank Syariah selaku pihak penitip dana (mudi’) memerlukan likuiditas sebelum jatuh tempo, ia dapat me-repokan SBIS Ju’alah-nya dan Bank Indonesia dapat mengenakan denda (gharamah) dalam jumlah tertentu sebagai ta'zir.
4.       Bank Indonesia berkewajiban mengembalikan dana SBIS Ju’alah kepada pemegangnya pada saat jatuh tempo.
5.      Bank syariah hanya boleh/dapat menempatkan kelebihan likuiditasnya pada SBIS Ju’alah sepanjang belum dapat menyalurkannya ke sektor riil.
6.      SBIS-Ju’alah merupakan instrumen moneter yang tidak dapat diperjual-belikan (non tradeable) atau dipindahtangankan, dan bukan merupakan bagian dari portofolio investasi bank syariah.

KARAKTERISTIK SBIS

SBIS memiliki karakteristik sebagai berikut : [14]
a.       memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 
b.      berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari kalendar dan dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu..
c.       diterbitkan tanpa warkat (scripless).
d.      dapat diagunkan kepada Bank Indonesia.
e.       tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
e.
Pengagunan SBIS kepada Bank Indonesia sesungguhnya merupakan transaksi Repo SBIS yang menggunakan akad Qardh dan Rahn. Kemudian, Bank Indonesia menetapkan dan mengenakan biaya atas Repo SBIS tersebut.
            SBIS  ini hanya dapat dimiliki oleh Bank Umum Syariah( BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) yang telah memenuhi  persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) tertentu. Adapun pengajuan lelangnya dapat dilakukan secara langsung oleh BUS atau UUS kepada Bank Indonesia, maupun melalui perusahaan pialang pasar uang rupiah dan/atau Valuta asing.
            BUS atau UUS wajib memiliki saldo rekening Giro dan Rekening surat berharga yang cukup untuk melakukan penyelesaian pembelian SBIS. Selain itu, Bagi BUS atau UUS  yang mengajukan Repo SBIS wajib memiliki saldo rekening giro dan saldo rekening surat berharga  yang cukup untuk memenuhi kewajiban penyelesaian Repo SBIS. Jika tidak memenuhi dua kewajiban tersebut, maka transaksi SBIS dinyatakan batal.
Bank Indonesia mengenakan sanksi kepada BUS atau UUS atas transaksi yang dinyatakan SBIS yang dinyatakan batal tersebut berupa: [15]
a.       Teguran tertulis, dengan tembusan kepada :
·         Direktorat Perbankan Syariah (DPbS), dalam hal sanksi diberikan kepada BUS atau UUS yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
·         Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada BUS atau UUS yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia, dan
b.      Kewajiban membayar sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nominal SBIS yang dibatalkan atau paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) untuk setiap pembatalan; dan
c.       Pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang SBIS sampai dengan lelang minggu berikutnya dan larangan mengajukan Repo SBIS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut,


     Contoh Pembatalan Transaksi dan Penghitugan Sanksi : [16]

Contoh-1:
BUS “A” pada hari lelang mengikuti 2 (dua) lelang SBIS masing-masing lelang SBIS berjangka waktu 1 bulan dan 3 bulan dengan status penyelesaian Setelmen Dana atas hasil lelang SBIS yang dimenangkan sebagai berikut :
Jenis Lelang
Lelang
yang dimenangkan (Rp.miliar)
Status  Setelmen sampai  dengancut-off warning
SBIS 1 bulan
50
Complete
SBIS 3 bulan
75
Settlement pending karena saldo Rekening giro tidak cukup
• Pembatalan hasil lelang SBIS dihitung 1 (satu) kali untuk lelang SBIS 3 bulan.
• Sanksi kewajiban membayar dikenakan sebesar 1 ‰ x Rp75 miliar = Rp75
Contoh-2:
BUS “A” pada hari lelang mengikuti 2 (dua) lelang SBIS masing-masing lelang  SBIS berjangka waktu 1 bulan dan 3 bulan dengan status penyelesaian Setelmen Dana atas hasil lelang SBIS yang dimenangkan sebagai berikut :
Jenis Lelang
Lelang
yang dimenangkan (Rp.miliar)
Status  Setelmen sampai  dengancut-off warning
SBIS 1 bulan
50
Settlement pending karena saldo Rekening giro tidak cukup
SBIS 3 bulan
75
Settlement pending karena saldo Rekening giro tidak cukup
• Pembatalan transaksi lelang SBIS dihitung 2 (dua) kali yaitu untuk lelang SBIS 1 bulan dan lelang SBIS 3 bulan.
• Sanksi kewajiban membayar dikenakan sebesar Rp125 juta yaitu (1 ‰ x Rp50 miliar) + (1 ‰ x Rp75 miliar)

CONTOH PERHITUNGAN IMBALAN [17]
Contoh -1
Tanggal lelang : 5 Maret 2008
Jangka waktu SBIS : 1 bulan (28 hari)
Tanggal setelmen : 5 Maret 2008
Tanggal Jatuh Waktu : 2 April 2008
Tingkat diskonto SBI 1 bulan : 8 % (Lelang SBI dengan metode Fixed Rate Tender)
Nominal SBIS yang dimenangkan BUS “A” sebesar Rp.1.000.000.000,00, maka besarnya imbalan yang diterima BUS “A” pada saat SBIS jatuh waktu adalah sebesar Rp6.222.222,22 dengan rincian perhitungan sebagai berikut :
Nominal SBIS 1 bulan yang dimenangkan BUS “A”
Rp1.000.000.000,00
Tingkat imbalan
8%
Besarnya imbalan diterima BUS “A” pada saat SBIS jatuh waktu
[Rp1.000.000.000,00 x(28/360) x 8%
=Rp6.222.222,22
Jumlah yang diterima BUS “A” pada saat SBIS jatuh waktu adalah sebesar nilai nominal+ imbalan SBIS
Rp1.006.222.222,22

Contoh-2
Tanggal lelang : 5 Maret 2008
Jangka waktu SBIS : 3 bulan (91 hari)
Tanggal setelmen : 5 Maret 2008
Tanggal Jatuh Waktu : 4 Juni 2008
RRT tk. diskonto SBI 3 bulan : 8,05 % (Lelang SBI dengan metode Variable Rate Tender)
 Nominal SBIS yang dimenangkan BUS “A” sebesar Rp1.000.000.000,00, maka besarnya imbalan yang diterima BUS “A” pada saat SBIS jatuh waktu adalah sebesar Rp20.348.611,11 dengan rincian perhitungan sebagai berikut :
Nominal SBIS 3 bulan yang dimenangkan BUS”A”
Rp1.000.000.000,00
Tingkat imbalan SBIS 3 bulan (=RRT tk. Diskonto hasil lelang SBI 3 bulan)
8.05%
Besarnya imbalan yang diterima BUS”A” pada saat SBIS jatuh waktu
[Rp1.000.000.000,00 x (91/360) x 8.05%]= Rp20.348.611,11
Jumlah yang diterima BUS “A” pada saat SBIS jatuh waktu adalah sebesar nilai nominal+imbalan SBIS
Rp1.020.348.611,11


H.    Kritik Konsep dan Praktik
Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang sebetulnya hadir sebagai instrumen kebijakan  alternatif dalam pengendalian moneter sebetulnya  adalah sah-sah saja. Penggunaan akad  Ju’alah kini dalam SBIS yang saat ini merupakan satu-satunya bentuk SBIS yang diterbitkan BI adalah sah-sah saja. Karena hal tersebut telah memiliki dasar hukum yang jelas. Kontroversi selama ini yang mengatakan bahwa tidak ada alasan bagi Bank Indonesia untuk memberikan imbalan kepada BUS atau UUS dalam hal SBIS ini karena dianggap BUS atau UUS tersebut sesungguhnya tidak melakukan apapun dalam pengendalian moneter, karena pada hakikatnya BI lah yang bekerja keras mengendalikan uang beredar dengan menggunakan kebijakan-kebijakan lain.Tetapi menurut penulis, Bank Indonesia tetap harus memberikan imbalan karena dari awal BUS atau UUS telah membantu menyerap sejumlah uang dari pasar untuk ditahan. Inilah yang menjadi Maj’ul ‘alaih (Pekerjaan yang dilaksanakan). Jadi SBIS ini  sudah memenuhi syarat  shari’a compliance.  Akan tetapi, sebetulnya bukan hanya kesesuaian akad saja yang kita lihat, karena akad-akad dalam islam dapat kita cari kesesuaiannya, tetapi lebih dari itu kita juga harus melihat apakah instrumen SBIS ini telah benar-benar dapat mendatangkan manfaat atau malah berpotensi mendatangkan mafsadat.
         Dilihat dari keberhasilan SBIS dalam menyerap kelebihan uang beredar, kita bisa katakan bahwa SBIS ini telah efektif dan mendatangkan manfaat dalam pengendalian moneter . Akan tetapi jika dilihat dari kesesuaian dengan semangat yang di bawa ekonomi islam yang sangat mengedepankan keseimbangan antara perkembangan sektor riil dengan  sektor keuangan SBIS ju’alah belum dapat membawa semangat tersebut. Sistem Ju’alah yang cukup menggiurkan dengan tingkat imbalan yang  dipersamakan dengan diskonto SBI menjadi hal yang menarik minat perbankan untuk menyimpan dananya dalam bentuk SBIS. Hal ini tentu saja akan menyebabkan berkurangnya aliran uang untuk sektor produksi.

















BAB III
KESIMPULAN

Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
            Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan  salah satu instrumen kebijakan moneter yang digunakan Bank Indonesia dalam melakukan operasi pasar terbuka untuk menyerap kelebihan likuiditas di pasar.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia berjangka waktu pendek berdasarkan prinsip syariah.
Tujuan diterbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah untuk meningkatkan efektifitas pengendalian moneter melalui operasi pasar terbuka









DAFTAR PUSTAKA

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Jilid 2.Jakarta : Gaung Persada Pers.2010
Karim,helmi.Fiqh Muamalah.Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. 1997
Wirdyaningsih.Bank dan Asuransi Islam di Indonesia.Jakarta : kencana Prenada Media.2007




[1]http://id.wikipedia.org/wiki/Sertifikat_Bank_Indonesia
[2]Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBI/2008
[3]Fatwa DSN-MUI No.63/DSN-MUI/XII/2007:hal.104
[7] Ibid.
[8]Fatwa DSN-MUI No.63/DSN-MUI/XII/2007:hal.104
[9] ibid
[10]Fatwa DSN-MUI No.64/DSN-MUI/XII/2007:hal.106

[11] Wirdyaningsih.Bank dan Asuransi Islam di Indonesia.kencana Prenada Media. Jakarta: 2007.hal. 149
[12]Fatwa DSN-MUI No.64/DSN-MUI/XII/2007:hal.107
[13]Fatwa DSN-MUI No.64/DSN-MUI/XII/2007 hal.96
[17] ibid

Tidak ada komentar: