“Akad-Akad Sertifikat Bank Indonesia”
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah muamalat
kontemporer
Dosen :
Ah.
Azharuddin Lathif, M.Ag,.,
Disusun oleh:
Lolita Yuliarty Pasaribu (1112046100127)
Perbankan Syariah 4 A
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
201
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
201
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
wr. wb.
Puji syukur penulis senantiasa ucapkan
kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
makalah ini dapat diselesaikan untuk
memenuhi tugas Makalah Muamalat Kontemporer dengan
judul “Akad-Akad Sertifikat Bank Indonesia ”. Selawat serta salam semoga
tercurah pada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang setia
hingga akhir zaman.
Penulisan makalah ini disusun sebagai tugas
dalam proses pembelajaran mata kuliah Muamalat
Kontemporer di
Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Makalah ini terdiri dari 3 bagian:
1.
Pendahuluan
2.
Pembahasan
3.
Kesimpulan
Izinkan kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Demikian
makalah ini, semoga dapat memberikan manfaat kepada pembaca. Kami menyadari
makalah ini masih banyak sekali kekurangan, untuk itu mohon masukan dan saran
untuk lebih sempurna dari semua pihak.
Wassalamualaikum
wr. wb
Jakarta, 08 April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar
.................................................................................................... ii
Daftar
Isi
............................................................................................................. iii
BAB
1
A.
Pendahuluan
............................................................................................. 1
BAB
II
A.
Pengertian ................................................................................................ 2
B.
Landasan Hukum
....................................................................................... 2
C.
Konsep Dasar
SBI Konvensional ............................................................. 4
D.
Model Praktik
di Lembaga Keuangan Konvensional ............................... 5
E.
Problem
Kesyariahan
................................................................................ 7
F.
Konsep
Alternatif Syariah
......................................................................... 7
G.
Praktik di
Lembaga Keuangan Syariah ...................................................... 9
H.
Kritik, Konsep
dan Praktik
........................................................................ 16
BAB
III
A.
Kesimpulan dan
Saran
.............................................................................. 18
Daftar
Pustaka ....................................................................................................... 19
BAB 1
PENDAHULUAN
Bank Indonesia merupakan stabilitator rupiah yang berperan dalam penetapan
regulasi dan kebijakan moneter di Indonesia. Salah satu kebijakan moneter di
Indonesia adalah didirikannya bank-bank berbasis prinsip syariah. Salah satu
instrumen pengendalian moneter yang dimiliki bank syariah adalah Sertifikat
Bank Indonesia Syariah. Sertifikat Bank Indonesia Syariah merupakan sertifikat
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan jangka waktu paling kurang 1 bulan
danpaling lama 12 bulan dalam mata uang rupiah serta menggunakan prinsip
syariah. Tujuan diterbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah untuk
meningkatkan efektifitas pengendalian moneter melalui operasi pasar terbuka.
Untuk itu, dalam makalah ini
penulis akan mencoba memaparkan tentang perbedaan dan persamaaan akad-akad
Sertifikat Bank Indonesia Syariah dan akad-akad Sertifikat Bank Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan
oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga.[1]
Menurut Peraturan Bank Indonesia No.
12/11/2010, Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga dalam mata uang
Rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek.[2]
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter yang digunakan Bank
Indonesia dalam melakukan operasi pasar terbuka untuk menyerap kelebihan
likuiditas di pasar.
Selain
Serifikat Bank Indonesia, terdapat pula instrumen kebijakan moneter yang lain
yang disebut Sertifikat Bank Indonesia Syariah ( SBIS).
Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia berjangka waktu pendek berdasarkan prinsip
syariah.[3]
B.
Landasan Hukum
Berdasarkan fatwa DSN MUI
No.63/DSN-MUI/XII/2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), yang
menjadi landasan hukum diterbitkannya SBIS adalah sbb:
1.
Firman Allah
SWT
“Hai orang yang
beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil,
kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas suka rela di antara kalian.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sungguh Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”. (An-Nisa:29)
“…Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkanriba….” (QS. al-Baqarah [2]: 275).
“Hai orang beriman!Penuhilah akad kalian…” (QS. Al- Maidah [5]: 1).
“Maka, Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutang-nya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya...”(Q.S Al-Baqarah : 283)
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan menetapkan hukum diantara
manusia hendaklah dengan adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (Q.S. An-Nisa:58)
“Dan tolong menolonglah dalam kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya”.(Q.S. Al-Maidah:2)
2. Hadits Nabi Saw.
“ Tunaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi amanat kepadamu
dan jangan kamu mengkhianati orang yang menghianatimu”. (H.R. Abu Dawud dan
Tirmizi)
“Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka
buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram”.(HR. Tirmidzi dar‘Amr bin’Auf)
3. Kaidah fikih
“Pada dasarnya segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai
ada dalil yang mengharamkannya.”
(As-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nadzair,60)
“Tindakan Imam [pemegang otoritas] terhadap rakyat harus mengikuti
maslahat.”(As-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nadzair,121)
“Keperluan dapat menduduki posisi
darurat.”( As-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nadzair)
C.
Konsep Dasar
SBI Konvensional
Sertifikat Bank Indonesia
diterbitkan sebagai surat pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan
sistem diskonto. Adapun karakteristik SBI adalah sebagai berikut : [4]
1.
SBI memiliki satuan
unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2.
Jangka waktu
SBI sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang
dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi
sampai dengan tanggal jatuh tempo.
3.
SBI diterbitkan
dan diperdagangkan dengan sistem diskonto.
4.
Nilai tunai
transaksi dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) sebagai berikut:
Nilai Nominal x 360
Nilai Tunai =
-------------------------------------------------------------
360 + {(Tingkat Diskonto) x
(Jangka Waktu)}
5.
Nilai diskonto
dihitung sebagai berikut:
Nilai Diskonto
= Nilai Nominal – Nilai Tunai
6.
SBI diterbitkan
tanpa warkat (Scriptless).
7.
SBI dapat
diperdagangkan di pasar sekunder.
7.
D.
Model Praktek
di Lembaga Keuangan Konvensional
Adapun proses pelaksanaan
dan pengajuan penawaran Lelang adalah sebagai berikut:[5]
1.
Pada hari
pelaksanaan Lelang SBI, peserta langsung mengajukan penawaran Lelang SBI kepada
Bagian Operasi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan Moneter (OPU-DPM) melalui
sarana BI-SSSS dari pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB.
2.
Pengajuan
penawaran Lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 meliputi penawaran
kuantitas dan tingkat diskonto menurut jangka waktu SBI yang akan diterbitkan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Pengajuan
penawaran kuantitas dari setiap peserta Lelang SBI sekurang-kurangnya 1.000
(seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dan selebihnya
dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
b.
Penawaran
tingkat diskonto adalah dengan kelipatan 0,0625% (enam ratus dua puluh lima per
satu juta).
3.
Mekanisme
pengajuan penawaran Lelang SBI melalui BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara
sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku.
Dalam pengajuan
Lelang SBI, Bank dapat melakukan penawaran langsung kepada Bank
Indoneisia, maupun melaui pialang. Sedangkan masyarakat hanya boleh melakukan
penawaran lelang melalui pialang atau jasa bank.SBI dapat diperdagangkan di
pasar sekunder. Perdagangan SBI ini dapat dilakukan oleh bank dengan Bank
Indonesia maupun dengan antar Bank. Dalam hal perdagangan SBI dengan Bank
Indonesia maka dilakukan secara Repurchase
Agreement atau dikenal dengan SBI Repo.[6]
Sementara untuk perdagangan SBI antar Bank dapat dilakukan secara Repo
atau Out Right.[7]SBI
yang dapat ditransaksikan dalam perdagangan SBI yang dilakukan antar bank
adalah SBI yang masih memiliki sisa jangka waktu lebih dari 1 hari kerja.
Setelmen transaksi SBI dalam hal ini harus dilakukan melalui
mekanisme Delivery Versus Payment.
Keuntungan bank
yang didapatkan dalam Lelang SBI ini adalah berupa bunga yang dibayarkan oleh
Bank Indonesia pada saat jatuh tempo.
E.
Problem
Kesyariahan
Akad dalam transaksi SBI
ini pada dasarnya adalah bentuk akad utang-piutang antara Bank
Indonesia dengan bank. Akan tetapi, dalam praktiknya terdapat unsur
bunga yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah dalam Firman-Nya:
“...Dan Allah menghalalkan Jual beli dan mengharamkan riba..(
Al-Baqarah:275)
Selain
itu, karakteristik SBI yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder juga
menyalahi syariat. Karena sama saja dengan memperjualbelikan utang yang
dilarang syariat.
F.
Konsep
Alternatif Syariah
keberadaan SBI sebagai instrumen
kebijakan moneter memiliki tingkat keberhasilan yang
signifikan. Akan tetapi SBI dengan sistem diskontonya tentu saja membuat
bank syariah tidak dapat ikut serta dalam upaya pengendalian jumlah uang
beredar tersebut. Untuk itu, kemudian Bank Indonesia menyiapkan instrumen lain
berupa Sertifikat Wadiah Bank Indnesia. Akan tetapi, karakteristik dasarnya
yang berprinsip wadiah rupanya kurang efektif . Maka dari itu, untuk
meningkatkan efektifitas pengendalian moneter, maka Bank Indonesia menyiapkan
sebuah instrumen yang bernama Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS) adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia berjangka waktu pendek berdasarkan prinsip syariah.[8]SBIS
tentu saja tidak menggunakan sistem diskonto. Akad yang dapat digunakan untuk
penerbitan instrumen SBIS adalah akad:[9]
a. Mudharabah (Muqaradhah)/Qiradh
b. Musyarakah
c. Ju'alah
d. Wadi'ah
e. Qardh
f. Wakalah
Berdasarkan akad di atas instrumen yang telah diterbitkan oleh Bank
Indonesia berdasarkan prinsip syariah yang lazim di gunakan adalah dengan
menggunakan wadi’ah dan ju’alah. Namun,
instrumen moneter yang telah diterbitkan oleh Bank Indonesia berdasarkan
prinsip syariah dengan menggunakan wadi’ah berupa Sertifikat Wadi’ah Bank
Indonesia (SWBI) dipandang belum bisa mengakomodir kebutuhan pelaku industri
perbankan syariah untuk pengelolaan likuiditas dan pengendalian moneter secara
optimal.[10]
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No. 2/9/PBI/2000, yang dimaksud dengan
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah Sertifikat yang di terbitkan Bank
Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah.[11]
penerbitan instrumen moneter berdasarkan akad Ju’alah dipandang
lebih dapat mengoptimalkan pengendalian moneterdan pengelolaan likuiditas
perbankan syariah.[12]Ju’alah
adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan(reward/’iwadh//ju’l)
tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu
pekerjaan.[13]
Rukun Ju’alah:
·
Sighat,
hendaknya kalimat itu mengandung arti izin kepada yang akan
·
bekerja juga
tidak ditentukan waktunya.
·
Ja’il, yaitu
pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil
pekerjaan (natijah) yang ditentukan.
·
Maj’ul lah ,
adalah pihak yang melaksanakan ju’alah.
·
Maj’ul alaih,
adalah pekerjaan yang dilaksanakan.
·
Upah
Adapun syarat sahnya Ju’alah adalah sebagai berikut.
·
Orang yang
menjanjikan upah atau hadiah harus orang yang cakap untuk melakukan tindakan
hukum. Yaitu; Baligh, berakal, dan cerdas.
·
Objek Ju’alah
harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang oleh syariah.
·
Upah atau
hadiah yang dijanjikan harus terdiri dari sesuatu yang berharga atau bernilai
dan jelas juga nilainya.
·
Ijab harus
disampaikan dengan jelas oleh pihak yang menjanjikan upah walaupun tanpa ucapan
qabul dari pihak yang melaksanakan pekerjaan.
·
Pekerjaan yang
diharapkan hasilnya itu harus mengandung manfaat yang jelas dan boleh
dimanfaatkan menurut hukum syara’.
G.
Praktik di
Lembaga Keuangan Syariah
Dalam SBIS Ju’alah, Bank Indonesia bertindak bertindak
sebagai ja’il (pemberi pekerjaan); Bank Syariah bertindak sebagai maj’ullah (penerima
pekerjaan); dan objek/underlying Ju’alah(mahall al-‘aqd) adalah
partisipasi Bank Syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam
pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan
menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Dalam
hal supaya akad ini menjadi sah, rukun dan syarat Ju’alah pun harus
dipenuhi.
Ketentuan akad
1
SBIS Ju’alah
sebagai instrumen moneter boleh diterbitkan untuk pengendalian moneter dan
pengelolaan likuiditas perbankan syariah.
2
Dalam SBIS
Ju’alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja’il (pemberi pekerjaan);
Bank Syariah bertindak sebagai maj’ullah (penerima pekerjaan); dan
objek/underlying Ju’alah (mahall al-‘aqd) adalah partisipasi Bank
Syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui
penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia
dalam jumlah dan jangka waktu tertentu.
3
Bank Indonesia
dalam operasi moneternya melalui penerbitan SBIS mengumumkan target penyerapan
likuiditas kepada bank-bank syariah sebagai upaya pengendalian moneter dan
menjanjikan imbalan (reward/‘iwadh/ju’l) tertentu bagi yang turut
berpartisipasi dalam pelaksanaannya.
Ketentuan Hukum
1.
Bank Indonesia
wajib memberikan imbalan (reward/‘iwadh/ju’l) yang telah dijanjikan
kepada Bank Syariah yang telah membantu Bank Indonesia dalam upaya pengendalian
moneter dengan cara menempatkan dana di Bank Indonesia dalam jangka waktu
tertentu, melalui "pembelian" SBIS Ju'alah.
2.
Dana Bank Syariah yang ditempatkan di Bank Indonesia
melalui SBIS adalah wadi’ah amanah khusus yang ditempatkan dalam
rekening SBIS-Ju’alah, yaitu titipan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan
kesepakatan atau ketentuan Bank Indonesia, dan tidak dipergunakan oleh Bank
Indonesia selaku penerima titipan, serta tidak boleh ditarik oleh Bank Syariah
sebelum jatuh tempo.
3.
Dalam hal Bank
Syariah selaku pihak penitip dana (mudi’) memerlukan likuiditas sebelum
jatuh tempo, ia dapat me-repokan SBIS Ju’alah-nya dan Bank Indonesia
dapat mengenakan denda (gharamah) dalam jumlah tertentu sebagai ta'zir.
4.
Bank Indonesia berkewajiban mengembalikan dana
SBIS Ju’alah kepada pemegangnya pada saat jatuh tempo.
5.
Bank syariah
hanya boleh/dapat menempatkan kelebihan likuiditasnya pada SBIS Ju’alah sepanjang
belum dapat menyalurkannya ke sektor riil.
6.
SBIS-Ju’alah
merupakan instrumen moneter yang tidak dapat diperjual-belikan (non
tradeable) atau dipindahtangankan, dan bukan merupakan bagian dari
portofolio investasi bank syariah.
KARAKTERISTIK
SBIS
SBIS memiliki karakteristik sebagai
berikut : [14]
a.
memiliki satuan
unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b.
berjangka waktu
paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang
dinyatakan dalam jumlah hari kalendar dan dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal
penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu..
c.
diterbitkan
tanpa warkat (scripless).
d.
dapat diagunkan
kepada Bank Indonesia.
e.
tidak dapat
diperdagangkan di pasar sekunder.
e.
Pengagunan SBIS kepada Bank Indonesia sesungguhnya merupakan transaksi
Repo SBIS yang menggunakan akad Qardh dan Rahn. Kemudian,
Bank Indonesia menetapkan dan mengenakan biaya atas Repo SBIS tersebut.
SBIS ini
hanya dapat dimiliki oleh Bank Umum Syariah( BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS)
yang telah memenuhi persyaratan Financing to Deposit
Ratio (FDR) tertentu. Adapun pengajuan lelangnya dapat dilakukan secara
langsung oleh BUS atau UUS kepada Bank Indonesia, maupun melalui perusahaan
pialang pasar uang rupiah dan/atau Valuta asing.
BUS
atau UUS wajib memiliki saldo rekening Giro dan Rekening surat berharga yang
cukup untuk melakukan penyelesaian pembelian SBIS. Selain itu, Bagi BUS atau
UUS yang mengajukan Repo SBIS wajib memiliki saldo rekening giro dan
saldo rekening surat berharga yang cukup untuk memenuhi kewajiban
penyelesaian Repo SBIS. Jika tidak memenuhi dua kewajiban tersebut, maka
transaksi SBIS dinyatakan batal.
Bank Indonesia mengenakan sanksi
kepada BUS atau UUS atas transaksi yang dinyatakan SBIS yang dinyatakan batal
tersebut berupa: [15]
a.
Teguran
tertulis, dengan tembusan kepada :
·
Direktorat
Perbankan Syariah (DPbS), dalam hal sanksi diberikan kepada BUS atau UUS yang
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
·
Tim Pengawas
Bank di Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada
BUS atau UUS yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia, dan
b.
Kewajiban membayar
sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nominal SBIS yang dibatalkan atau paling
banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) untuk setiap pembatalan;
dan
c.
Pemberhentian
sementara untuk mengikuti lelang SBIS sampai dengan lelang minggu berikutnya
dan larangan mengajukan Repo SBIS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut,
Contoh Pembatalan Transaksi dan
Penghitugan Sanksi : [16]
Contoh-1:
BUS “A” pada hari lelang mengikuti 2 (dua) lelang SBIS
masing-masing lelang SBIS berjangka waktu 1 bulan dan 3 bulan dengan status
penyelesaian Setelmen Dana atas hasil lelang SBIS yang dimenangkan sebagai
berikut :
Jenis Lelang
|
Lelang
yang dimenangkan (Rp.miliar)
|
Status Setelmen sampai dengancut-off
warning
|
SBIS 1 bulan
|
50
|
Complete
|
SBIS 3 bulan
|
75
|
Settlement pending karena saldo Rekening giro tidak cukup
|
• Pembatalan hasil lelang SBIS dihitung 1 (satu) kali untuk lelang
SBIS 3 bulan.
• Sanksi kewajiban membayar dikenakan sebesar 1 ‰ x Rp75 miliar =
Rp75
Contoh-2:
BUS “A” pada hari lelang mengikuti 2 (dua) lelang SBIS
masing-masing lelang SBIS berjangka
waktu 1 bulan dan 3 bulan dengan status penyelesaian Setelmen Dana atas hasil
lelang SBIS yang dimenangkan sebagai berikut :
Jenis Lelang
|
Lelang
yang dimenangkan (Rp.miliar)
|
Status Setelmen sampai dengancut-off
warning
|
SBIS 1 bulan
|
50
|
Settlement pending karena saldo Rekening giro tidak cukup
|
SBIS 3 bulan
|
75
|
Settlement pending karena saldo Rekening giro tidak cukup
|
• Pembatalan transaksi lelang SBIS dihitung 2 (dua) kali yaitu
untuk lelang SBIS 1 bulan dan lelang SBIS 3 bulan.
• Sanksi kewajiban membayar dikenakan sebesar Rp125 juta yaitu (1 ‰
x Rp50 miliar) + (1 ‰ x Rp75 miliar)
CONTOH PERHITUNGAN IMBALAN [17]
Contoh -1
Tanggal lelang : 5 Maret 2008
Jangka waktu SBIS : 1 bulan (28 hari)
Tanggal setelmen : 5 Maret 2008
Tanggal Jatuh Waktu : 2 April 2008
Tingkat diskonto SBI 1 bulan : 8 % (Lelang SBI dengan metode Fixed
Rate Tender)
Nominal SBIS yang dimenangkan BUS “A” sebesar Rp.1.000.000.000,00,
maka besarnya imbalan yang diterima BUS “A” pada saat SBIS jatuh waktu adalah
sebesar Rp6.222.222,22 dengan rincian perhitungan sebagai berikut :
Nominal SBIS 1 bulan yang dimenangkan BUS “A”
|
Rp1.000.000.000,00
|
Tingkat imbalan
|
8%
|
Besarnya imbalan diterima BUS “A” pada saat SBIS jatuh waktu
|
[Rp1.000.000.000,00 x(28/360) x 8%
=Rp6.222.222,22
|
Jumlah yang diterima BUS “A” pada saat SBIS jatuh waktu adalah
sebesar nilai nominal+ imbalan SBIS
|
Rp1.006.222.222,22
|
Contoh-2
Tanggal lelang : 5 Maret 2008
Jangka waktu SBIS : 3 bulan (91 hari)
Tanggal setelmen : 5 Maret 2008
Tanggal Jatuh Waktu : 4 Juni 2008
RRT tk. diskonto SBI 3 bulan : 8,05 % (Lelang SBI dengan metode
Variable Rate Tender)
Nominal SBIS yang dimenangkan
BUS “A” sebesar Rp1.000.000.000,00, maka besarnya imbalan yang diterima BUS “A”
pada saat SBIS jatuh waktu adalah sebesar Rp20.348.611,11 dengan rincian
perhitungan sebagai berikut :
Nominal SBIS 3 bulan yang dimenangkan BUS”A”
|
Rp1.000.000.000,00
|
Tingkat imbalan SBIS 3 bulan (=RRT tk. Diskonto hasil lelang SBI
3 bulan)
|
8.05%
|
Besarnya imbalan yang diterima BUS”A” pada saat SBIS jatuh
waktu
|
[Rp1.000.000.000,00 x (91/360) x 8.05%]= Rp20.348.611,11
|
Jumlah yang diterima BUS “A” pada saat SBIS jatuh waktu adalah
sebesar nilai nominal+imbalan SBIS
|
Rp1.020.348.611,11
|
H.
Kritik Konsep
dan Praktik
Sertifikat Bank Indonesia Syariah
yang sebetulnya hadir sebagai instrumen kebijakan alternatif dalam
pengendalian moneter sebetulnya adalah sah-sah saja. Penggunaan
akad Ju’alah kini dalam SBIS yang saat ini merupakan satu-satunya
bentuk SBIS yang diterbitkan BI adalah sah-sah saja. Karena hal tersebut telah
memiliki dasar hukum yang jelas. Kontroversi selama ini yang mengatakan bahwa
tidak ada alasan bagi Bank Indonesia untuk memberikan imbalan kepada BUS atau
UUS dalam hal SBIS ini karena dianggap BUS atau UUS tersebut sesungguhnya tidak
melakukan apapun dalam pengendalian moneter, karena pada hakikatnya BI lah yang
bekerja keras mengendalikan uang beredar dengan menggunakan kebijakan-kebijakan
lain.Tetapi menurut penulis, Bank Indonesia tetap harus memberikan imbalan
karena dari awal BUS atau UUS telah membantu menyerap sejumlah uang dari
pasar untuk ditahan. Inilah yang menjadi Maj’ul ‘alaih (Pekerjaan
yang dilaksanakan). Jadi SBIS ini sudah memenuhi
syarat shari’a compliance. Akan tetapi, sebetulnya bukan
hanya kesesuaian akad saja yang kita lihat, karena akad-akad dalam islam dapat
kita cari kesesuaiannya, tetapi lebih dari itu kita juga harus melihat apakah
instrumen SBIS ini telah benar-benar dapat mendatangkan manfaat atau malah
berpotensi mendatangkan mafsadat.
Dilihat dari
keberhasilan SBIS dalam menyerap kelebihan uang beredar, kita bisa katakan
bahwa SBIS ini telah efektif dan mendatangkan manfaat dalam pengendalian
moneter . Akan tetapi jika dilihat dari kesesuaian dengan semangat yang di bawa
ekonomi islam yang sangat mengedepankan keseimbangan antara perkembangan sektor
riil dengan sektor keuangan SBIS ju’alah belum dapat membawa
semangat tersebut. Sistem Ju’alah yang cukup menggiurkan dengan tingkat imbalan
yang dipersamakan dengan diskonto SBI menjadi hal yang menarik minat
perbankan untuk menyimpan dananya dalam bentuk SBIS. Hal ini tentu saja akan
menyebabkan berkurangnya aliran uang untuk sektor produksi.
BAB III
KESIMPULAN
Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga dalam mata uang
Rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek.
Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) merupakan salah satu instrumen kebijakan
moneter yang digunakan Bank Indonesia dalam melakukan operasi pasar terbuka
untuk menyerap kelebihan likuiditas di pasar.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga
dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia berjangka waktu
pendek berdasarkan prinsip syariah.
Tujuan diterbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah untuk
meningkatkan efektifitas pengendalian moneter melalui operasi pasar terbuka
DAFTAR PUSTAKA
Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI Jilid 2.Jakarta : Gaung Persada Pers.2010
Karim,helmi.Fiqh Muamalah.Jakarta
: PT.Raja Grafindo Persada. 1997
Wirdyaningsih.Bank dan Asuransi
Islam di Indonesia.Jakarta : kencana Prenada Media.2007
http://www.bi.go.id/id/peraturan/moneter/Documents/47eaf5ae12944a36a136cf60d4e7302dlamp_se101608.pdf
[1]http://id.wikipedia.org/wiki/Sertifikat_Bank_Indonesia
[2]Peraturan Bank Indonesia
No. 10/11/PBI/2008
[3]Fatwa DSN-MUI
No.63/DSN-MUI/XII/2007:hal.104
[7] Ibid.
[8]Fatwa DSN-MUI
No.63/DSN-MUI/XII/2007:hal.104
[9] ibid
[10]Fatwa DSN-MUI No.64/DSN-MUI/XII/2007:hal.106
[11]
Wirdyaningsih.Bank dan Asuransi Islam di Indonesia.kencana Prenada
Media. Jakarta: 2007.hal. 149
[12]Fatwa DSN-MUI No.64/DSN-MUI/XII/2007:hal.107
[13]Fatwa DSN-MUI No.64/DSN-MUI/XII/2007
hal.96
[17] ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar